Senin, 12 Desember 2011

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

Kekuatan merupakan salah satu unsur dari komponen kondisi fisik yang diperlukan pada setiap cabang olahraga sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang bersangkutan. Upaya memperoleh kekuatan otot yang baik, maka harus dilatih dengan baik dan benar. Selain latihan yang teratur, kekuatan juga dipengaruhi oleh unsur lainnya. 


Menurut Suharno Hp. (1993: 39-40) faktor-faktor penentu kekuatan otot adalah:
1)Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang tergantung dari proses hypertropi otot.
2)Jumlah fibril otot yang turun bekerja dalam melawan beban, makin banyak fibril yang otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar
3)Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar kekuatan.
4)Innervasi otot baik pusat maupun perifer.
5)Keadaan zat kimia dalam otot (glykogen, ATP).
6)Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berarti kekuatan otot tersebut pada saat bekerja makin besar.
7)Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.

Jika dilihat dari faktor penentu kekuatan otot menunjukkan bahwa, besarnya fibril otot dan banyaknya fibril otot adalah faktor yang dominan yang akan menentukan baik tidaknya kekuatan otot. Seperti dikemukakan Sugiyanto (1998: 254) bahwa, “Kekuatan otot ditentukan oleh besarnya penampang otot serta kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan”. Hal ini berarti, semakin besar dan banyak fibril ototnya, maka otot tersebut semakin besar sehingga semakin besar pula kemampuannya. Meningkatnya ukuran otot dapat ditingkatkan melalui latihan fisik, terutama dengan latihan berbeban. latihan berbeban yang dilakukan secara teratur dapat memberikan pengaruh terhadap pembesaran ukuran fibril otot (hypertropy). Pembesaran fibril otot itulah yang menyebabkan adanya peningkatan kekuatan otot. 

Sabtu, 03 Desember 2011

Fisiologi Respirasi (ventilasi, difusi, transportasi, kontrol) dan mekanisme pemeriksaan spirometri


1Ventilasi pulmonal
Ventilasi adalah masuknya udara dari luar tubuh (atmosfer) kedalam pasru dan keluarnya udara dari paru kembali ke udara luar melalui system pernapasan.
Ventilasi pulmonal adalah pernapasan yang dimulai dari hidung hingga saluran napas dan alveolus (jaringan napas)
4 tekanan yang mempengaruhi ventilasi pulmonal
1). Tekanan Atmosfer
                Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara atmosfer pada benda dipermukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut à 760 mmHg.
2). Tekanan Pleura
Tekanan cairan diruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura yang normal pada awal inspirasi (-5 cm air) merupakan nilai isap (tekanan negative) mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai istirahat.
Pengembangan rangka dada akan menarik paru kearah luar dengan kekuatan lebih besar à tekanan jadi lebih negative (-7 cm air)
3). Tekanan Alveoli
Tekanan alveoli bersifat positif dalam keadaan tidak ada udara masuk atau keluar dari paru yaitu saat akhir ekspirasi biasa, tekanan alveoli ini sama dengan tekanan atmosfer. Tekanan alveoli harus lebih rendah dari tekanan udara luar saat permulaan inspirasi. Pada akhir inspirasi maksimal, tekanan alveoli menjadi lebih tinggi dari udara luar dan saat ini dimulailah proses ekspirasi.
4). Tekanan Transpulmonal
Perbedaan yang ada diantara tekanan alveolus dan pleura pada permukaan luar paru à nilai daya lenting (elastic)
Ventilasi Alveolus adalah kecepatan udara yang baru masuk pada area ini. Perbaruan udara secara terus-menerus dalam area pertukaran gas, merupakan sebuah penampung pada jaringan elastin(elastic) . ke elastikan paru ini beragantung pada dua factor, yaitu :
a.       Jaringan ikat elastic paru
Setiap jaringan ikat ini mengandung serat-serat elastin yang kemudian elastin itu membentuk jaringan yang memperkuat elastisitasnya yang membungkus paru
b.      Tegangan permukaan alveolus
Ditimbulkan oleh lapisan tipis cairan yang melapisi bagian dalam alveolus, dari gaya tarik tak seimbang antara ikatan molekul air dipermukaan yang lebih kuat dibanding dengan udara diatas permukaan. Terdapat cairan dalam elveoli ini yang membuat tegangan permukaanya menjadi naik.
2.     difusi gas respirasi
  • Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
  • Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.
  • Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi.
  • Contoh yang sederhana adalah peristiwa respirasi adanya gas yang mengalir dari udara ke paru paru , ke alveolus dan berpidah lagi ke pembuluh darah dan berakhir ke sel
  • Unit alat pernafasan terdiri dari Trachea , Bronchus , Bronkhiolus, yang semua organ pernafasan itu berupa saluran
  • Saluran dari trachea hingga bronchiolus itu secara pasti membuat gas gas pernafasan akan berjalan menerus berdifusi karena perbedaan tekanan tidak mungkin berhenti ditempat
  • dari sinilah keelokan Tuhan kemudian menciptakan kantung kantung kecil alveoli agar difusi gas gas sementara bisa berhenti dan mengumpul tidak berjalan terus karena berupa lorong
  • adanya alveoli sangat baik seperti terminal untuk menaik turunkan penumpang
  • gas pernafasan yang berhenti memungkinkan terjadinya pengikatan / berdifusi ke dalam pembuluh darah dan memasukkan gas pernafasan ke dalam tubuh sehingga bisa berguna
  • Gas gas pernafasan yang masuk dan keluar , atrium dan alveoli (kira-kira 300 juta pada kedua paru-paru
  • masing-masing alveolus mempunyai diameter kira-kira 0,25 mm).
  • Dinding alveoli sangat tipis, dan di antara banyak dinding itu terdapat berbagai kapiler yang cukup kuat.
  • Aliran darah pada dinding kapiler merupakan suatu sheet dari peredaran darah.
  • Jadi jelaslah bahwa gas alveoli hampir sama dengan gas darah kapiler.
  • Konsekwensinya pertukaran gas antara udara alveoli dan darah volmonaris terjadi di seluruh membrana terminal paru-paru.
  • Membrana ini disebut membrana respirasi atau membrana vulmonaris.
Faktor yang Mempengaruhi Difusi Gas

  • Prinsip dan formula terjadinya difusi gas melalui membrana respirasi sama dengan difusi gas melalui air dan berbagai jaringan. Jadi, faktor yang menentukan betapa cepat suatu gas melalui membrana tersebut adalah :
  1. ketebalan membrana
  2. luas permukaan membrana
  3. koefisien difusi gas dalam substansi membrana
  4. perbedaan tekanan antara kedua sisi membrana.

  • Sering terjadi kecepatan difusi melalui membrana tidak proporsional terhadap ketebalan membrana sehingga setiap faktor yang meningkatkan ketebalan melebihi 2 – 3 kali dibandingkan dengan yang normal dapat mempengaruhi secara sangat nyata pertukaran gas pernafasan normal.
  • Khusus pada olahragawan, luas permukaan membrana respirasi sangat mempengaruhi prestasi dalam pertandingan maupun latihan.
  • Luas permukaan paru-paru yang berkurang dapat berpengaruh serius terhadap pertukaran gas pernafasan pada manusia , misalnya kakunya alveolus pada penderita TBC
  • Dalam hal koefisien difusi masing-masing gas kaitannya dengan perbedaan tekanan ternyata CO2 berdifusi melalui membrana kira-kira 20 kali lebih cepat dari O2
  • Dan Koefisien difusi O2 dua kali lebih cepat dari N2.
  • Dalam hal perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial menyebabkan gas mengalir melalui membrana respirasi. misalnya diudara PO2 160 mmHg di Alveolus hanya 105 mmHg , maka terjadilah aliran dari udara ke alveolus , begitu seterusnya
  • Dengan demikian, bila tekanan parsial suatu gas dalam alveoli lebih besar dibandingkan dengan tekanan gas dalam darah pada O2 maka terjadilah difusi O2 dari alveoli ke arah darah
  • Tetapi bila tekanan gas dalam darah lebih besar dibandingkan dengan dalam alveoli seperti halnya CO2 maka difusi terjadi dari darah ke dalam alveoli.

3.    transportasi gas respirasi
Gas yang telah berdifusi kedalam darah dapat mengalami beberapa kejadian, yaitu :
1). Ada yang larut dalam plasma
2). Masuk kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
Dengan eritrosit  oksigen diangkut kejaringan oleh sirkulasi sistemik, dan karbondioksida juga diangkut oleh eritrosit diangkut dari jaringan ke alveoli melalui sirkulasi pulmonum.
Pengangkutan oksigen dari alveoli ke jaringan :
Setelah oksigen berdifusi masuk ke dalam melalui kapiler pulmonum. Saat masuk oksigen itu mengalami beberapa kejadian :
·         3 % larut dalam plasma
·         97 % masuk kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
Efek Bohr : longgarnya ikatan oksigen dengan Hb dijaringan tampaknya dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida didaerah itu. Di jaringan karena kadar karbondioksida tinggi akibat sisa metabolism, oksigen segera dilepaskan. Sedangkan didalam kapiler di alveoli, karena karbondioksida rendah karena sudah berdifusi kedalam alveoli, maka oksigen diikat kuat oleh Hb
Peran Hb : menjaga/mempertahankan dan menstabilkan kadar oksigen jaringan
Pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke alveoli :
Karbondioksida yang dilepaskan oleh sel sebagai sisa metabolism akan berdifusi keluar melewati membrane sel sehingga PCO2 jaringan menjadi lebih tinggi dari tekanan karbondioksida darah
Efek Haldane : efek yang ditimbulkan oleh ikatan Hb ddengan oksigen terhadap pengeluaran karbondioksida dari darah dan dibuang ke alveoli.
                     Melepaskan oksigen saat tekanan oksigen jaringan mulai berasa dalam level 25 mmHg
                    Mempertahankan oksigen jaringan saat konsentrasi oksigen darah berubah drastis
4.    control system pernapasan
Paru-paru bekerja secara otonom, maksudnya tidak ada yang mempengaruhi aktifitasnya, atau bekerja dengan kehendak sendiri/ otomatis. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16 kali pernapasan permenit. 1 kali pernapasan = 1 x inspirasi + 1 x ekspirasi.
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan faktor lain.
Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian bilateral medula oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok neuron utama :
  1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula yang terutama menyebabkan inspirasi.
  2. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping) medula, yang terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam.
  3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama mengatur kecepatan dan kedalaman napas.
Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Perlu diingat bahwa saraf-saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan reseptor2 lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptor-reseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung.
Pernapasan Normal
Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi ritimis (yang teratur). Kalau di guyton disebutkan bahwa pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui penyebabnya. Sinyal inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai (ramp signal), gunanya supaya inspirasi kita itu terjadi secara perlahan dan dapat meningkatkan volume paru dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa sinyal-sinyal ini akan dihantarkan ke paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan.
Setelah pusat dorsal melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat pneumotaksik akan mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama di sini adalah mengatur titik “penghentian” inspirasi landai, dengan demikian mengatur lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal pneumotaksik ini kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga sedikit; kalau sinyal pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi banyak sekali.
Nah, kalau sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis akan mengalami fase ekspirasi. Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa yakni elastis dan punya daya lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai imbas dari inspirasi, dimana disini udara yang keluar tentunya telah bertukar dengan CO2. Tegasnya, ekspirasi tenang yang normal, murni disebabkan akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka toraks. (guyton hal.540)
Pernapasan yg Lebih Dalam
Nah, kalau kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok saraf pernapasan bagian ventral. Sedangkan pada pernapasan tenang yang normal, kelompok saraf ventral ini inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang menyebabkan inspirasi dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama latihan fisik berat.
Pembatasan sinyal inspirasi oleh refleks Hering-Breuer
Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris yang berasal dari paru untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling penting adalah yang terletak di bagian otot dinding bronkus dan bronkiolus seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal melalui nervus vagus ke kelompok neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat teregang akibat inspirasi terlalu lama. Sinyal ini akan “menghentikan” inspirasi landai yang dilepaskan oleh pusat pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme penghentiannya mirip dengan penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-Breuer. Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg sinyal pneumotaksik. [an baca di gayton, refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume tidal meningkat dari 3 kali normal, jadi refleks ini terutama muncul sebagai mekanisme protektif untuk mencegah inflasi (peregangan) paru yang berlebihan daripada yang dibutuhkan biasanya.]
Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif
  • Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area pernapasan ventral, ada suatu area neuron yang sangat sensitif dengan perubahan konsentrasi CO2 ataupun ion H+ dalam darah. Area ini disebut area kemosensitif. Area ini bakal merangsang bagian lain dalam pusat pernapasan.
  • Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak meningkat, ia akan berdifusi ke dalam sawar darah otak. Perlu diingat, bahwa sawar darah di otak ini punya dinding yang khusus, dimana ia hanya mengizinkan zat-zat tertentu untuk lewat. (semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal dengan Blood Brain Barrier/ BBB). Nah, CO2 ini sangat permeable terhadap BBB tsb, namun tidak permeable sama sekali terhadap ion H+, sehingga yang mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2.
  • Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif yang bakal mendeteksi perubahan konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2 di dalam sawar darah otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk ion H+ dan asam HCO3-. Nah, H+ yang dihasilkan melalui reaksi inilah yang sebenarnya lebih merangsang area kemosensitif melalui neuron2 kemosensitif tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat pernapasan lainnya ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan.
Kemoreseptor Perifer
  • Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah.
  • Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata.
  • Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas.

5.   pemeriksaan spirometri
Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur volume udara yang dihirup dan dihembuskan, alat ini terdiri atas sebuah drum/tong berisi udara yang menampung dalam wadah berisi air.
Volume paru dapat diukur dari :
·         Volume tidal/ alun napas (Vt) à volume udara inspirasi dan ekspresi dalam Satu kali bernapas = 500 ml pasa laki-laki dewasa.
·         Volume cadangan inspirasi (IRV) à volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup diatas volume tidal istirahat. Dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma.
·         Volume cadangan ekspirasi (ERV) à volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan kontraksi maksimal otot-otot ekspirasi melebihi tidal normal.
·         Volume residual à volume udara minimal yang tertinggal di paru, dan volume udara yang dihasilkan paru.
Kapasitas paru dapt diukur dari :
·         Kapasitas inspirasi (IC) à volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal
·         Kapasitas residual fungsional (FRC) à jumlah udara yang tersisa pada akhir ekspirasi normal.
·         Kapasitas vital (VC) à volume cadangan inspirasi+volume tidal+volume cadangan ekspirasi= jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru setelah mengisi maksimal dan mengeluarkan  sebanyak-banyaknya.
·         Kapasitas paru total (TLC) à volume maksimal yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin.